Assalamualaikum Sobat

2 Jul 2012

ORANG- ORANG TERSISIH

ORANG- ORANG TERSISIH

“Mendengarnya saja mungkin sudah cukup ngeri apalagi bertemu dan berbaur.”

Itu adalah khayalanku yang mungkin juga banyak ditakutkan orang ketika mendengar cerita saudara – saudara kita yang terkena penyakit kusta, mungkin bagiku kata- kata tersebut adalah biasa karena aku merasa paling normal diantero jagad raya ini, jarang sekali kita mendengarkan keluhan dari para penderita kusta yang lebih pantas untuk mengeluh soal susahnya hidup dengan kondisi yang kurang sempurna, sehingga mengemis adalah jalan terakhir yang mampu mereka pikirkan sebagai upaya menyambung hidup meskipun sebenarnya masih mampu dalam bekerja walaupun tidak 100% layaknya manusia normal lainnya.

Setelah mendapat ACC dari pimpinan pihak Al Azar perihal pengajuan dana operasional untuk survey dan pendataan jiwa teramputasi karena penyakit kusta nyaliku sedikit ciut dalam hatiku bertanya tanya “apa benar aku bisa tertular atau apakah benar aku tidak tertular? ”wah……gejolak batinku sama sekali tidak ada yang berpihak untuk menghiburku supaya tenang sehingga membuatku mencari – cari alasan untuk mengurungkan niat berangkat ke kampung kusta, tapi Alhamdulillah komitmen untuk membantu urung untuk melangkah mundur, bukan karena sok pahlawan sih…..tapi memang satu – satunya cara membuat diriku jadi berguna untuk orang lain adalah dengan ikut kegiatan – kegiatan yang bermanfaat.

Pemandangan pegunungan yang hijau nan indah mengobati gelisahku dalam perjalanan menuju kampung kusta, aku belum tahu pasti dimana letak dusun tempat para penderita kusta tersebut hidup berkumpul, jalan semakin menanjak meskipun motor yang aku tunggangi terbilang keluaran terbaru tapi masih sedikit kesulitan dalam menyelesaikan tanjakan yang tinggi dan berkelok itu, pelan tapi pasti aku mengurangi gigi perseneling seirama beratnya mesin motor membawaku hampir ke puncak pacet yang sudah terasa dingin siang itu. Perseneling menunjukkan gigi 2 sehingga tanjakan jadi sedikit mudah dilalui dan syukurlah sampailah juga aku akhirnya didepan rumah teman yang eks kepala desa Padusan Kec. Pacet Mojokerto. Muslichudin beliau punya nama, ramah, dan baik hati dan selalu ikhlas membantu saudara- saudaranya dalam hal kegiatan sosial. Lembut tapi tegas beliau dalam mendidik 4 orang anak laki –lakinya dan seorang anak perempuannya.

Pak Ali 65 tahun terlihat makan dengan pelan diatas kasur bambu yang sudah terasa empuk baginya, jari-jari tangannya yang tinggal separo terikat sebatang sendok stainlessteel yang sesekali terlihat menggaruk – garuk piring untuk mengatur nasi yang tinggal sejumput itu masuk kedalam mulut pak Ali yang usianya sudah lanjut masih harus berjuang dengan jumlah gigi yang mulai surut, dikunyahnya nasi yang tinggal sejumput itu.
Kedua kaki palsunya bersandar kokoh disebelah kasur bambunya, isteri tercintanya membenahi piring bekas makanan pak Ali dengan sabar dan seksama sambil mengulurkan gelas yang terisi air bening, selesai membuka ikatan sendok jari-jari ditelapak tangan yang tinggal separo, pak Ali bergegas menerima uluran minuman tersebut dari sang istri tercinta dengan kedua telapak tangannya, aku hanya mampu menelan ludah melihat sepasang manusia renta yang menyandang gelar KUSTA dengan sabar berbagi hidup dalam suka dan duka.
Setelah selesai aku melanjutkan pendataanku kepada beliau dengan sambutan ramah beliau menjawab setiap pertannyaanku dengan antusias terkadang dengan malas, aku tidak menyadari jika aku mendata pak Ali sambil berdiri padahal disekitarku banyak kursi- kursi kosong yang memang sudah tugasnya untuk ditindih oleh pantat baik yang penyakitan ataupun yang sehat dan normal, sungguh mulia tugas kursi tersebut tanpa memilih siapa yang harus duduk diatasnya daripada hati kotor manusia yang merasa normal harus susah payah memilih tempat duduk. Supaya menghindari rasa takutku yang berlebihan meskipun aku sudah berupaya tenang dan menyembunyikan rasa takutku untuk duduk dikursi pak Ali tapi beliau sudah tahu betul dengan gerak- gerikku, sambil berkata ramah “monggo…….pinarak mawon, mboten ketularan kok.”(silahkan ……duduk saja, tidak akan tertular kok).
Dengan nyengir kuda dan berat hati aku duduk ibarat kursi denga seribu jarum yang siap menancap dipantatku tapi akhirnya aku berhasil juga dengan hati yang berkecamuk “waduh aku tertular nih???Akhirnya aku menghibur diri bahwa pak Ali juga tidak igin diberi penderitaan seperti ini tapi karena Allah lebih tahu bahwa pak Ali mampu memikul tanggungjawab dengan sabar akan pemberiannya.
Dalam hati kecil sebenarnya ingin sekali menjabat tangan dan mencium tangan beliau tapi aku masih belum berani dan pak Alipun paham akan situasi seperti itu.

Pak Ali bukan orang pertama yang aku datangi tapi masih saja rasa kebebasanku untuk berinteraksi masih terasa sangat terbatas. Bacaan ayat Al Quran berkumandang dari speaker masjid sebelah tanda sudah memasuki saat menunaikan ibadah sholat jumat dimulai, tanpa sadar jika aku akan sholat bersama para penderita kusta aku merasa santai dan terpanggil untuk berangkat ke masjid. Sesampai di masjid aku duduk diserambi sambil melepas sepatu dan kaos kakiku, aku menoleh kekanan karena mendengar gemericik air keluar dari keran tempat wudhu, rasanya aahhh….segar banget bisa membasuh wajah setelah keliling mendata warga diiringi sang surya yang tak pernah bosan menyinari seorang manusia yang sulit bersyukur ini (gumam hatiku), sambil meluruskan kakiku yang kaku –kaku karena pegel setelah mlaku- mlaku, aku menoleh kekiri dan aku melihat hal yang belum pernah aku lihat seumur-umur dan tersadar setelah melihat sebagian jamaah yang datang duduk dengan tenang diserambi masjid dan melepas kaki palsu mereka, mereka parkirkan kaki- kaki palsu ereka dipinggir- pinggir pilar masjid, hatiku jadi kecut karena aku akan jadi satu masjid bahkan satu shaf dengan mereka, duduk dan bersalaman dengan mereka???
Duduk dan sholat dikarpet biru yang merka injak-injak dengan kaki kusta mereka serta bersalaman dengan tangan kusta mereka??? Ingin sekali punya ilmu menghilangkan diri dan segra pindah ke masjid lain yang bersih dan jauh dari orang kusta seperti ini tapi pepatah mengatakan nasi yang sudah terlanjur masuk keperut pasti sudah jadi bubur apalahguna kalau dimuntahkan lagi ( gak tahu pepatah mana yang ngomong kayak gitu??) Aku berdiri diserambi masjid dan berpikir layaknya juara catur, apakah aku harus pindah atau haruskah segera pindah? Wah hatiku tidak memberikan pilihan lain, aku bergegas kembali untukmengambil motorku yang sudah terparkir dihalaman masjid tiba-tiba seseorang tersenyum didepanku dan menyapaku “kenapa belum wudhu mas?” tanyanya padaku. “Ehh iya ini juga mau berangkat wudhu kok.’
Dengan salah tingkah aku jawab sapaan orang tersebut . Tanpa sadar aku perhatikan orang yang menyapaku tersebut tangan dan kakinya normal tidakada tanda-tanda luka ataupun tanda lainnya yang menunjukkan bahwa dia juga pederita kusta, ahh….sedikit lega setelah tahu ada manusia normal yang berani masuk masjid ini .
Segera akumengambi lair wudhu dan bergegas mengambil tepat untuk sholat takhiyatul masjid sambil celingukan untuk memilih tempat yang mungkinbelum terlewati oleh orang –orang kusta tersebut tapi aku tidak mungkin untuk meneliti dengan mikroskop sejengkal demi sejengkal karpet biru itu karena jangankan untuk tahu virus kusta nama virus penyakit pilekku saja aku tidak tahu? Selesai sholat sunnah aku duduk untuk bersiap mendengarkan ceramah ustad dari desa setempat, sumpah ….. hatiku masih belum tenang duduk dikarpet biru tersebut bersama para penderita kusta didepanku, disamping kiri kananku dan dibelakangku..ceramah ustad di depan sangat sedikit aku perhatikan dan yang aku ingat adalah kata-kata " kita harus ikhlas menerima ujian ini karena bla bla bla....orang - orang sehat pun juga akan mati n bla bla bla...

Sambil melirik jam dinding yang terasa lambat dan jarum jam yang terasa berat untuk bergeser pikiranku masih kacau dan ceramah sendiri...(To be continued).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik & Saran Sobat :